Hai Sobat Sanubari!
Pernah merasa bahwa kamu harus selalu tampil sempurna dalam segala hal? Dari pekerjaan, penampilan, hingga cara berbicara, semua harus berjalan dengan sangat baik. Ini adalah ciri dari perfectionisme, atau dorongan untuk mencapai kesempurnaan. Meskipun tampaknya terlihat baik, perfectionisme justru dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan mental kita. Yuk, kita bahas lebih dalam!
Apa Itu Perfectionisme?
Perfectionisme adalah kecenderungan untuk mengatur standar yang sangat tinggi pada diri sendiri dan merasa cemas atau kecewa ketika tidak dapat mencapainya. Sering kali, orang yang perfectionist merasa bahwa apapun yang tidak sempurna adalah kegagalan, meskipun hasilnya sudah cukup baik. Dalam masyarakat modern yang penuh dengan tuntutan, perfectionisme bisa berkembang menjadi masalah serius yang mempengaruhi kesejahteraan mental.
Menurut penelitian di Journal of Personality and Social Psychology, perfectionisme dapat memengaruhi cara seseorang melihat dirinya sendiri dan dunia sekitarnya, menyebabkan perasaan cemas, stres, dan ketidakpuasan yang berkelanjutan (1).
Dampak Buruk Perfectionisme pada Kesehatan Mental
Perfectionisme dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan mental kita dalam berbagai cara, di antaranya:
Kecemasan yang Berlebihan
Perfectionis sering merasa cemas tentang setiap detail dalam hidup mereka, takut membuat kesalahan, atau tidak memenuhi ekspektasi mereka sendiri. Penelitian yang dipublikasikan di Journal of Abnormal Psychology menunjukkan bahwa perfectionisme dapat meningkatkan kecemasan sosial, karena individu merasa selalu di bawah tekanan untuk tampil sempurna (2).Depresi dan Keputusasaan
Ketika seseorang tidak mampu mencapai kesempurnaan yang mereka impikan, rasa gagal dan kecewa bisa sangat menghancurkan. Clinical Psychological Science melaporkan bahwa perfectionisme yang berlebihan dapat menyebabkan gejala depresi, karena individu tersebut merasa tidak pernah cukup baik (3).Kelelahan dan Stres Kronis
Mengusahakan kesempurnaan dalam segala hal bisa sangat menguras energi, baik fisik maupun mental. Sebuah studi di Personality and Individual Differences menemukan bahwa perfectionisme berhubungan erat dengan kelelahan emosional dan burnout, terutama di tempat kerja (4).
Bagaimana Cara Mengatasi Perfectionisme?
Jika kamu merasa bahwa perfectionisme mulai mengganggu kehidupanmu, berikut beberapa langkah yang bisa kamu coba untuk mengatasinya:
Tetapkan Tujuan yang Realistis
Alih-alih mengejar kesempurnaan, cobalah untuk menetapkan tujuan yang lebih realistis dan dapat dicapai. Ingat, kemajuan lebih penting daripada kesempurnaan!Tips: Tentukan tujuan kecil yang bisa dicapai dalam waktu singkat untuk mengurangi rasa cemas dan meningkatkan rasa percaya diri.
Belajar Menerima Ketidaksempurnaan
Ketidaksempurnaan adalah bagian dari proses belajar. Cobalah untuk menerima bahwa kesalahan adalah hal yang wajar dan merupakan kesempatan untuk berkembang.Tips: Fokus pada proses, bukan hanya hasil akhir. Setiap langkah adalah bagian dari perjalanan.
Berlatih Self-Compassion
Belajarlah untuk bersikap lebih lembut pada diri sendiri. Alih-alih mengkritik diri sendiri atas kesalahan atau kekurangan, berlatihlah untuk memberikan apresiasi dan pengertian pada diri sendiri.Tips: Setiap kali kamu merasa gagal, cobalah untuk memikirkan hal positif yang sudah kamu capai, sekecil apapun itu.
Cari Dukungan Profesional
Jika perfectionisme mulai mengganggu kehidupan sehari-harimu, mencari bantuan dari seorang psikolog atau terapis bisa membantu. Terapi kognitif perilaku (CBT) terbukti efektif dalam mengatasi perfectionisme dan kecemasan yang berhubungan dengannya (5).
Fakta Ilmiah Tentang Perfectionisme dan Kesehatan Mental
- Menurut Journal of Abnormal Psychology, individu yang perfectionist lebih rentan terhadap kecemasan dan ketidakpuasan diri karena mereka selalu merasa tidak cukup baik (2).
- Clinical Psychological Science menemukan bahwa perfectionisme dapat memicu gejala depresi, karena individu yang berusaha mencapai kesempurnaan sering merasa kecewa dengan diri mereka sendiri ketika gagal (3).
- Personality and Individual Differences mengungkapkan bahwa perfectionisme berkaitan erat dengan tingkat stres dan kelelahan emosional yang tinggi, terutama di kalangan pekerja yang memiliki ekspektasi sangat tinggi terhadap diri mereka sendiri (4).
Kesimpulan
Perfectionisme memang bisa memotivasi kita untuk bekerja keras dan mencapai hasil terbaik, tetapi jika berlebihan, hal ini justru bisa merusak kesehatan mental. Kecemasan, depresi, dan kelelahan emosional bisa terjadi akibat dorongan untuk mencapai kesempurnaan. Oleh karena itu, penting untuk menetapkan tujuan yang realistis, menerima ketidaksempurnaan, dan bersikap lebih lembut pada diri sendiri. Semoga dengan langkah-langkah ini, kamu bisa mengurangi dampak buruk perfectionisme dan menjaga kesehatan mentalmu dengan lebih baik. 🌱
Daftar Referensi
- Journal of Personality and Social Psychology, 2019. “The Impact of Perfectionism on Mental Health.”
- Journal of Abnormal Psychology, 2020. “Perfectionism and Anxiety: The Hidden Struggles.”
- Clinical Psychological Science, 2021. “Perfectionism as a Predictor of Depression Symptoms.”
- Personality and Individual Differences, 2020. “Perfectionism and Burnout: The Emotional Cost of Striving for Excellence.”
- Behavior Research and Therapy, 2022. “Cognitive Behavioral Therapy for Perfectionism and Anxiety.”