Halo, Sobat Sanubari!
Pernah nggak sih kamu merasa hidupmu seperti “skrip” yang ditulis oleh orang lain? Biasanya ini terjadi karena harapan keluarga, khususnya orang tua, yang ingin kita sukses sesuai versi mereka.
Ekspektasi Itu Baik, Tapi Ada Batasnya
Ekspektasi sebenarnya nggak selalu buruk. Penelitian dari American Psychological Association (APA) menunjukkan bahwa dorongan orang tua yang positif dapat membantu anak membangun motivasi dan disiplin (1). Namun, masalah muncul ketika ekspektasi menjadi tekanan yang terlalu tinggi.
Di Indonesia, survei National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) mengungkapkan bahwa satu dari tiga remaja memiliki masalah kesehatan mental, dan salah satu pemicunya adalah tekanan dari keluarga(2). Ekspektasi yang tidak realistis bisa memicu kecemasan, depresi, bahkan kehilangan rasa percaya diri.
Dampaknya pada Kesehatan Mental
Ketika tekanan ekspektasi semakin kuat, berikut adalah dampaknya:
- Kecemasan Berlebih
Menurut studi yang diterbitkan di Journal of Anxiety Disorders, tekanan untuk memenuhi ekspektasi dapat meningkatkan risiko gangguan kecemasan. Pikiran tentang kegagalan sering menghantui, menyebabkan sulit fokus dan tidur. - Hilangnya Identitas Diri
Ketika seseorang selalu berusaha menyenangkan orang lain, mereka bisa kehilangan jati dirinya. Hal ini sesuai dengan teori self-determination yang menyebutkan bahwa kebahagiaan berasal dari kebebasan memilih tujuan hidup .(3) (4) - Burnout dan Stres Kronis
Penelitian menunjukkan bahwa stres jangka panjang akibat ekspektasi yang tinggi dapat memengaruhi kesehatan fisik, seperti kelelahan kronis, dan meningkatkan risiko penyakit seperti hipertensi. (5)
Tips Menyikapi Ekspektasi Keluarga
Kalau kamu sedang merasa tertekan, ini beberapa tips berdasarkan penelitian:
- Komunikasi dengan Keluarga
Penelitian dari Harvard University menunjukkan bahwa komunikasi yang jujur dapat membantu mengurangi konflik keluarga dan membangun pemahaman.(6) Coba ceritakan apa yang kamu rasakan dan sampaikan dengan tenang. - Tetapkan Prioritas yang Realistis
Terlalu banyak target dalam waktu singkat hanya akan menambah stres. Pilih mana yang benar-benar penting untukmu. - Temukan Dukungan Eksternal
Berdasarkan rekomendasi dari WHO, berbicara dengan teman, mentor, atau psikolog dapat membantu mengurangi tekanan emosional. Jangan ragu mencari bantuan profesional jika diperlukan. - Praktikkan Mindfulness
Teknik ini terbukti membantu mengelola stres dan meningkatkan konsentrasi. Mulai dengan meditasi sederhana atau journaling untuk memahami emosi.(7)(8)
Kesimpulan
Ekspektasi keluarga adalah bagian dari budaya kita, tapi jangan sampai itu merampas kebahagiaan atau kesehatan mentalmu. Sebagai individu, kamu berhak menentukan jalan hidupmu sendiri, asalkan dilakukan dengan hormat dan penuh tanggung jawab.
Ingat, Sobat Sanubari, kebahagiaanmu adalah prioritas. Jadi, mari terus belajar memahami diri sendiri dan menjaga keseimbangan antara menghormati orang lain serta mendengar hatimu sendiri. Kamu nggak sendiri, dan kamu berharga! 💖
Daftar Referensi
- American Psychological Association. (2022). The Effects of Parental Pressure on Children.
- National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), Indonesia, 2023.
- Journal of Anxiety Disorders. (2021). Relationship Between Familial Pressure and Anxiety.
- Deci, E., & Ryan, R. (2000). Self-Determination Theory: Basic Psychological Needs in Motivation.
- World Health Organization. (2022). Stress and Hypertension: A Silent Threat.
- Harvard University. (2023). The Role of Communication in Family Dynamics.
- World Health Organization. (2021). Guidelines for Mental Health Support.
- Kabat-Zinn, J. (2015). Mindfulness for Beginners.