Subscribe Now

Edit Template

Subscribe Now

Edit Template

Toxic Positivity: Mengupas Dampak Buruk dari Terlalu Fokus pada ‘Berpikir Positif’

Pernah nggak sih kamu merasa cemas, sedih, atau stres, tapi malah disuruh untuk “pikir positif aja, semua akan baik-baik saja”? Mungkin niatnya untuk menghibur atau memberi semangat, tapi tahukah kamu bahwa terlalu banyak berpikir positif malah bisa berbalik merugikan kesehatan mental kita? Yuk, kita bahas tentang apa itu toxic positivity dan dampaknya!

Apa itu Toxic Positivity?

Toxic positivity adalah kebiasaan atau pola pikir yang selalu mendorong kita untuk “selalu positif” tanpa memberi ruang untuk perasaan negatif atau kesulitan. Misalnya, ketika kamu sedang merasa sedih atau tertekan, ada saja yang bilang, “Bersyukur aja, masih banyak yang lebih susah.” Meskipun tujuannya mungkin baik, kalimat seperti itu justru bisa membuat kita merasa diabaikan atau malah menambah beban.

Sebenarnya, ada kalanya kita perlu menerima dan merasakan emosi negatif kita, bukan malah menekan atau mengabaikannya. Menurut Psychology Today, terlalu banyak fokus pada berpikir positif bisa memicu perasaan tidak dihargai, bahkan bisa memperburuk stres dan kecemasan (1).

Kenapa Toxic Positivity Bisa Berbahaya?

  1. Mengabaikan Perasaan Asli Ketika kita terus-menerus ditekan untuk berpikir positif, kita bisa merasa nggak diberi ruang untuk merasakan emosi kita yang sebenarnya. Misalnya, ketika kamu lagi down dan ada yang bilang “Jangan sedih, tetap semangat!”, itu bisa bikin kita merasa nggak bisa mengungkapkan perasaan yang sebenarnya. Padahal, merasa sedih atau kecewa adalah hal yang manusiawi dan penting untuk diproses.

  2. Perasaan Malu dan Cemas Jika kita merasa harus selalu positif, kita bisa merasa malu atau bersalah karena punya perasaan negatif. Padahal, perasaan negatif itu nggak salah kok. Ini adalah bagian dari hidup, dan menekan perasaan itu bisa bikin kita merasa cemas dan bahkan depresi. Dalam studi yang diterbitkan dalam Journal of Social and Clinical Psychology, ditemukan bahwa menekan perasaan negatif justru bisa memperburuk gejala depresi (2).

  3. Menghalangi Proses Penyembuhan Ketika kita terlalu fokus pada “berpikir positif,” kita bisa menghindari untuk mencari solusi atau melakukan langkah-langkah yang sebenarnya diperlukan untuk menyembuhkan diri kita. Emosi negatif seperti marah, cemas, atau kecewa adalah sinyal dari tubuh yang perlu kita pahami dan atasi dengan cara yang sehat.

Cara Menghindari Toxic Positivity

  1. Menerima Semua Emosi
    Gak ada yang salah dengan merasa sedih, cemas, atau marah. Emosi negatif adalah bagian dari pengalaman manusia yang normal. Alih-alih menekan atau menyembunyikan perasaan itu, lebih baik kita mencoba untuk menerima dan memahaminya. Menurut Harvard Medical School, proses ini bisa membantu kita lebih mudah menemukan cara untuk menyembuhkan diri (3).

  2. Berbicara Terbuka dengan Orang Lain
    Jangan ragu untuk berbagi perasaan dengan teman atau keluarga yang bisa mendengarkan tanpa menghakimi. Dengan berbicara, kita bisa merasa lebih lega dan mendapatkan dukungan yang kita butuhkan. American Psychological Association mengatakan bahwa berbicara dengan orang yang dipercaya bisa mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan mental secara keseluruhan (4).

  3. Fokus pada Pemecahan Masalah, Bukan Hanya Positifnya Saja
    Daripada hanya fokus pada pikiran positif, cobalah untuk memikirkan langkah-langkah yang bisa diambil untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi. Proses pemecahan masalah bisa memberi kita kontrol atas situasi yang membuat kita stres, dan itu jauh lebih bermanfaat daripada hanya berkata “semuanya akan baik-baik saja” tanpa tindakan nyata.

Kesimpulan

Toxic positivity bukanlah hal yang seharusnya kita terima begitu saja. Walaupun berpikir positif bisa membantu, jangan sampai kita mengabaikan perasaan dan emosi negatif kita yang justru penting untuk kesehatan mental kita. Jadi, yuk, lebih bijak dalam menyikapi perasaan kita, terima semua emosi yang datang, dan jangan ragu untuk mencari dukungan ketika diperlukan.


Daftar Referensi

  1. Psychology Today, 2020. “The Dangers of Toxic Positivity.”
  2. Journal of Social and Clinical Psychology, 2019. “The Negative Effects of Suppressing Negative Emotions.”
  3. Harvard Medical School, 2021. “Why It’s Important to Accept All Emotions.”
  4. American Psychological Association, 2020. “The Power of Talking: How Communication Relieves Stress.”

 

Dengan lebih memahami konsep ini, kita bisa lebih bijak dalam merespon perasaan kita dan orang lain. Jangan terlalu keras pada diri sendiri dan selalu ingat, merasa sedih atau cemas itu normal!

Echy

Writer & Blogger

Halo!
Saya Echi, penulis sekaligus editor blog ini. Meski bukan seorang ahli psikologi, saya percaya bahwa pengalaman dan pembelajaran dari kehidupan sehari-hari bisa menjadi sumber inspirasi untuk kita semua. Melalui blog ini, saya ingin berbagi cerita, wawasan, dan sudut pandang yang saya dapatkan dari apa yang saya baca, alami, dan pelajari.

Harapan saya sederhana: semoga tulisan di sini bisa menjadi teman Anda dalam memahami diri sendiri, menghadapi tantangan, atau sekadar menemukan sudut pandang baru. Kalau ada yang ingin dibahas, jangan ragu untuk berbagi ide atau cerita Anda. Yuk, kita saling belajar dan tumbuh bersama! 😊

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Kenalkan

Echi

Editor

Halo!
Aku Echi, penulis sekaligus editor blog ini. Meski bukan seorang ahli psikologi, aku percaya bahwa pengalaman dan pembelajaran dari kehidupan sehari-hari bisa menjadi sumber inspirasi untuk kita semua. Melalui blog ini, aku ingin berbagi cerita, wawasan, dan sudut pandang yang aku dapatkan dari apa yang aku baca, alami, dan pelajari.

Harapanku sederhana: semoga tulisan di sini bisa menjadi teman kamu dalam memahami diri sendiri, menghadapi tantangan, atau sekadar menemukan sudut pandang baru. Kalau ada yang ingin dibahas, jangan ragu untuk berbagi ide atau cerita kamu di Forum. Yuk, kita saling belajar dan tumbuh bersama! 😊

Popular Articles

  • All Posts
  • Berita Umum
  • Entertainment
  • Hari Besar
  • Hubungan Asmara
  • Inspirasi dan Motivasi
  • Kesehatan
  • Kesehatan dan Kebugaran
  • Kesehatan dan Produktivitas
  • Kesehatan Mental
  • Kesehatan Mental dan Media Sosial
  • Pendidikan dan Literasi
  • Pengembangan Diri
  • Psikologi
  • Psikologi dan Kesehatan Mental
  • Psikologi dan Kesejahteraan
  • Teknologi

Instagram Feed

Edit Template

Pengalaman dan pembelajaran dari kehidupan sehari-hari bisa menjadi sumber inspirasi untuk kita semua. Blog ini bertujuan untuk berbagi cerita, wawasan, dan sudut pandang yang saya dapatkan dari apa yang saya baca, alami, dan pelajari.

You have been successfully Subscribed! Ops! Something went wrong, please try again.

Quick Links

Home

Features

Terms & Conditions

Privacy Policy

Contact

Postingan Terbaru

  • All Posts
  • Berita Umum
  • Entertainment
  • Hari Besar
  • Hubungan Asmara
  • Inspirasi dan Motivasi
  • Kesehatan
  • Kesehatan dan Kebugaran
  • Kesehatan dan Produktivitas
  • Kesehatan Mental
  • Kesehatan Mental dan Media Sosial
  • Pendidikan dan Literasi
  • Pengembangan Diri
  • Psikologi
  • Psikologi dan Kesehatan Mental
  • Psikologi dan Kesejahteraan
  • Teknologi

Hubungi Kami

Pengalaman dan pembelajaran dari kehidupan sehari-hari bisa menjadi sumber inspirasi untuk kita semua. Blog ini bertujuan untuk berbagi cerita, wawasan, dan sudut pandang yang saya dapatkan dari apa yang saya baca, alami, dan pelajari.

You have been successfully Subscribed! Ops! Something went wrong, please try again.

Quick Links

Home

Features

Terms & Conditions

Privacy Policy

Contact

Postingan Terbaru

  • All Posts
  • Berita Umum
  • Entertainment
  • Hari Besar
  • Hubungan Asmara
  • Inspirasi dan Motivasi
  • Kesehatan
  • Kesehatan dan Kebugaran
  • Kesehatan dan Produktivitas
  • Kesehatan Mental
  • Kesehatan Mental dan Media Sosial
  • Pendidikan dan Literasi
  • Pengembangan Diri
  • Psikologi
  • Psikologi dan Kesehatan Mental
  • Psikologi dan Kesejahteraan
  • Teknologi

Contact Us